Si Manis Jembatan Ancol
Oleh : Patricia
Joanne
Pagi itu di
kelasku ramai sekali. Hari ini, 31 Oktober, adalah hari Halloween.
Teman-temanku yang datang lebih awal mengagetkan dan menakuti teman yang baru
datang. Joseph, temanku yang paling heboh memadamkan lampu kelas dan menutup
jendela kelas sehingga kelasku 8 B menjadi gelap. Triana, temanku yang
rambutnya paling panjang menutupi mukanya dengan rambutnya sehingga tampak
seperti setan. Ada juga Fajar, temanku yang suka iseng dan becanda. Dari rumah,
ia sudah menyiapkan pasir dan tepung buat ngejahilin teman.
Sial, hari itu
aku datang pas-pasan dan lupa kalau hari ini hari Halloween. Jadi, seragamku
kotor kena jebakan Fajar. Hilda, ketua kelasku yang terpintar dan tergalak
mengadakan lomba cerita seram. Jurinya jelas aku yang dikenal paling berani di
kelas. Sudah banyak temanku mencoba menakutiku, tapi gagal semua. Kali ini,
giliran Irfan yang bercerita:
“Pulang sekolah
kemarin, aku lewat Jembatan Ancol. Maklum jalan yang biasa kulewati tutup
karena ada pengaspalan jalan. Di tengah Jembatan Ancol, aku melihat si Jamilah,
si Manis Jembatan Ancol!” teriaknya sambil menakutiku, tapi aku tidak takut
sama sekali. “Bagaimana kamu tahu dia itu Si Manis Jembatan Ancol?” tanyaku
sambil meledeknya. “Jamilah? nama asli Si Manis Jembatan Ancol kan Mariam, kok
Jamilah?” “Ah, kau ini, Sur! Kayak ga
tau aja ceritanya, si Jamilah kan ditinggalin pacarnya dan tiap kali dia selalu
nyariin pacarnya itu,” kata Irfan. “Memangnya siapa pacarnya?” aku pura-pura
tidak tahu. “Ya jelas namanya Surya lah… pake nanya lagi,” ledek Irfan diikuti
tawa teman-temanku yang lain. Aku menahan rasa maluku di depan semua
teman-temanku. “Enak aja…! kamu kali, Fan? buktinya kamu yang ketemu sama dia.
Biar aku tunjukkin kalau aku bukan pacarnya si Manis Jembatan Ancol itu. Pulang
sekolah, aku akan lewat situ. Kalau aku lewat tanpa rasa takut, berarti kau
pacarnya!”, teriakku sambil menggebrak meja. Aku dan Irfan tak sabar menunggu
bel pulang sekolah berbunyi. Kami sama sekali gak konsentrasi belajar. Bahkan
kami sempat dihukum Pak Retno karena lebih memerhatikan jam daripada pelajaran.
Sepulang sekolah,
seperti perjanjian aku harus melewati Jembatan Ancol. Aku berjalan sendirian di
atas besi tua yang rapuh itu. Ketika kuinjak besi itu, muncul suara menderit di
tengah keramaian kota ini. Bulu kudukku mulai berdiri, kakiku gemetar di
langkah kedua. Aku merasakan keringat dingin bercucuran di wajahku. Tiba-tiba
gadis pendek dengan wajah sedih dan rambut panjang yang menutupi wajah menepuk
bahuku. Suaranya yang parau berkata, “Oh sayangku kau kembali!”. Saat kutengok
ke belakang, ternyata… “Ahh…!!!” teriakku histeris sambil berlari ke seberang
sana. Orang-orang kaget dan mengira aku kerasukan. Sementara itu, teman-temanku
di seberang menungguku sambil cekikikan. “Astaga, ternyata Surya si pemberani
takut sama pacarnya sendiri, kikik…,” tawa Irfan dan teman lainnya. Aku tak
dapat berkata-kata lagi, aku menyerah. Tapi aku tetap tidak mau dibilang
pacarnya Jamilah atau yang seharusnya Mariam si Manis Jembatan Ancol!
Si Manis Jembatan Ancol
Oleh : Laila Putrinda dan Nola Dewanti
( Pagi hari di
ruang kelas 8B terlihat begitu gelap. Karena hari ini Hallowen, Joseph, Triana
dan juga Fajar sepakat untuk menakut-nakuti teman yang baru datang. Surya yang
baru datang, juga menerima aksi jail dari Fajar )
Surya : ( Membuka pintu dan langsung
ditaburi dengan tepung oleh Fajar ) Agh..
apa-apaan sih, kog aku ditaburi tepung
segala..!!
Fajar : ( Tertawa terbahak-bahak )
haha… selamat hari Hallowen ya sur..
Sury :
Oh..ya aku lupa kalau sekarang hari Hallowen, ah..tapi gara-gara kamu bajuku jadi kotor kan nih..!
( Tiba-tiba Hilda sang ketua kelas
menghampiri Surya dan Fajar )
Hilda : Sudahlah Surya, daripada kamu
marah-marah terus mendingan kita lomba cerita seram saja
Surya : Ehm… baiklah kalau begitu, biar
aku saja yang jadi jurinya, kan dikelas ini aku dikenal paling berani
( Satu per satu telah bercerita, namun semuanya
gagal menakuti Surya, dan kini giliran Irfan yang bercerita )
Irfan : Pulang sekolah kemarin, aku
lewat Jembatan Ancol. Maklum jalan yang bisa
kulewati tutup karena ada pengaspalan jalan.
Dan tiba-tiba saja di tengah
Ancol, aku melihat Jamilah si Manis Jembatan
Ancol.
Surya : Bagaimana kamu tahu bahwa dia
itu si Manis Jembatan Ancol? lagipula nam asli
si
Manis Jembatan Ancol kan Mariam, kog jamilah?
Irfan : Ah, kamu ini Sur! kayag ga tau
tau aja ceritanya, si Jamilah kan ditinggalin pacarnya dan tiap kali dia selalu
nyariin pacarnya itu.
Surya : Memang siapa pacarnya?
Fajar : Ya jelas namanya Surya lah..
pake nanya lagi
Surya : ( Dengan nada kesal ) Enak
aja…! kamu kali, Fan? buktinya kamu yang
ketemu sama dia. Biar aku tunjukkin
kalau aku bukan pacarnya si Manis Jembatan Ancol itu. Pulang sekolah, aku akan
lewat situ, kalau aku lewat tanpa rasa
takut, berarti kamu pacarnya!
***
(
Selama pelajaran Pak Retno berlangsung, Surya dan Irfan tidak memperhatikan
pelajaran, mereka justru lebih memperhatikan jam dinding )
Pak Retno : Surya, Irfan coba jelaskan apa yang
tadi bapak terangkan
Surya : ( bingung ) Haa… apaan pak ?
Irfan : I..iya pak apa?
Pak Retbo : ( Dengan nada yang lantang ) Surya,
Irfan jadi dari tadi kalian tidak memper-
hatikan pelajaran ya! kalau
begitu, kali ini bapak hukum kalian untuk berdiri di
depan kelas sekarang juga !
( Surya dan Irfan melangkah ke depan
kelas dan mereka pun harus berdiri di depan kelas dan tak lama bel pulang pun
berbunyi. Sesuai perjanjian, Surya pun harus melewati Jembatan Ancol untuk
membuktikan perkataannya )
Surya : ( Berjalan melewati besi tua
yang rapuh )
Seorang gadis : ( Menepuk bahu Surya ) oh, sayangku kau
kembali !
Surya : ( Menengok ke belakang dan
berteriak ) aghh……..!!
( Sambil berteriak histeris, Surya
pun berlari ke arah teman-temannya yang dari tadi sedang menunggu Surya )
Irfan : Astaga, ternyata Surya si
pemberani takut sama pacarnya sendiri, hahaha ( tertawa terbahak-bahak yang
diikuti teman-teman yang lain )
Surya : ( Diam dengan wajah yang kesal
)
Tamat